Kamis, 25 Agustus 2011

IQTISHOD

Bisakah Ekonomi mikro mengentaskan kemiskinan ?

HANIF CAHYO AK, MA

Dalam sebuah perbincangan beberapa tahun lalu dengan salah seorang teman, ada sebuah pertanyaan menggelitik yang diajukan kepada saya ? kenapa kemiskinan masih ada ? bahkan semakin bertambah. Sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 jumlah penduduk miskin adalah sebesar 36,17 juta jiwa (16,7 persen). Hal ini didasarkan pada asumsi tingkat KHM (Kebutuhan Hidup Minimum) Rp. 123.000/bulan. Sementara kalau menurut ukuran ILO (Internasional labour Organization) standar hidup layak adalah Rp. 1.000.000 dengan komponen yang harus dipenuhi adalah pendidikan, kesehatan, rekreasi dll. Artinya kalo kita menggunakan standar ini otomatis akan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin di indonesia sekita kali lipat atau sekitar 100 juta penduduk yang miskin atau hampir separuh total penduduk.

Bagaimana cara kita sekarang untuk menyelesaikan persoalan tersebut ? dibutuhkan sebuah gerakan yang memang konkret dan terasa imbasnya di masyarakat. Salah satu aspek yang terkadang kita lupakan adalah bahwa sektor ekonomi indonesia paling besar adalah sektor menengah dan mikro sekitar 80 %. Dengan potensi pasar yan begitu besar ternyata belum banyak di optimalkan oleh lembaga-lembaga keuangan dalam hal ini adalah perbankan. Hal ini wajar dikarenakan adanya beberapa kendala seperti peraturan – peraturan dll. Beberapa langkah yang bisa dilakukan diantaranya adalah membuat lembaga- lembaga mikro yang benar-benar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat menengah. Salah satunya adalah dengan adanya baitul Maal wat tamwil (BMT) yang menggunakan asas koperasi. Banyak “bukti” yang sudah ditorehkan lembaga-lembaga mikro khususnya BMT. Disaat krisis mendera, peran strategis BMT dalam pemberdayaan masyrakat mikro semakin terasa.

Sekedar mengingatkan, ketika kondisi perekonomian makro sedang krisis, pertumbuhan BMT baik dari sisi tumbuhnya lembaga BMT ataupun kinerja lembaga sangat baik. Mengutip yang disampaikan oleh Agustianto, dalam satu dasawarsa pertama (1995 – 2005), di Indonesia telah tumbuh dan berkembang lebih dari 3.300 BMT, dengan asset lebih dari Rp 1,7 triliun, melayani lebih dari 2 juta penabung dan memberikan pinjaman terhadap 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil. BMT sebanyak itu telah mempekerjakan tenaga pengelola sebanyak 21.000 orang. (Data Pinbuk, 2005).

Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa dari sisi pemberdayaan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga sangat significant. Bahkan banyak BMT yang dari sisi asset sudah bisa menyamai Bank Perkreditan Rakyat baik yang konvensional maupun syariah.

Peran strategis BMT bisa juga dilihat dari konsep operasionalnya. BMT terdiri dari dua unit kerja atau bidang garapnya. Baitul maal sebagai bidang garap sosial dengan back-up dana Zakat, infaq dan shadaqah. Sementara baitul tamwil mempunyai orientasi sebagai usaha yang mempunyai keuntungan (profit).

Akhirnya point penting yang bisa kita simpulkan adalah kemiskinan bisa di berantas dengan pola ekonomi yang pas. Tidak kalah pentingnya adalah bahwa kemiskinan terjadi bisa bukan karena faktor kemalasan, tetapi lebih kepada kurang adanya ruang (baca: lembag-lembaga keuangan)yang bisa di akses oleh pelaku ekonomi menengah dan mikro. Seperti yang disampaikan oleh Muhammad Yunus, penggagas Grameen bank bahwa kemiskinan terjadi bukan karena kemalasan tetapi karena permasalahan struktural, ketiadaan modal. Sistem ekonomi yang berlangsung membuat kelompok masyarakat miskin tidak mampu menabung. Akibatnya, orang miskin tidak dapat melakukan investasi bagi pertumbuhan usahanya. Sementara mereka memerlukan dana operasional yang tidak bisa ditunda, sehingga alternatif tercepat adalah lari ke rentenir.sementara rentenir memberikan bunga sekitar 10% - 15 % bagi pinjaman yang diberikannya. Sehingga, bagaimanapun juga orang miskin bekerja keras dirinya tak dapat keluar dari garis kemiskinan dan semakin terjerat. Jadi peran BMT sebagai lembaga mikro bisa menjadi “asa” bagi pelaku ekonomi mikro untuk menarik gerbong kemandirian dn kesuksesannya sendiri.

Konsultasi dan informasi berkaitan dengan ke-BMT-an atau pengembangan sumber daya insani (SDI) atau kelembagaan bisa di tujukan dan diakses lewat:

1. e-mail : binaummah.institute@gmail.com

2. Blog : www.konsultanbmt.blogspot.com


Jumat, 25 Desember 2009

Selasa, 09 September 2008

KEGIATAN EKONOMI DITINJAU DARI PARADIGMA ISLAM

KEGIATAN EKONOMI DITINJAU DARI PARADIGMA ISLAM
Oleh : Hanif Cahyo Adi K, MA
Mukadimah
Sampai saat ini peranan Agama (baca: Islam) seakan-akan atau bahkan tidak pernah disinggung dalam khazanah ekonomi, terutama dalam ekonomi modern. Salah satu penyebabnya adalah putusnya (baca: sengaja / tidak) rantai sejarah tentang peranan Islam dalam membangun sistem ekonomi Dunia. Hal ini yang perlu diluruskan kepada masyarakat terhadap pandangan bahwa Islam tidak mempunyai peranan dalam bidang ekonomi. Padahal Islam menjadi bagian yang tidak terpisahkan sebagai peletak dasar fondasi sistem ekonomi modern. Hal ini diamini oleh Adam Smith sebagai bapak ekonomi modern. Dia menjelaskan dalam bukunya The wealth of nations, volume 5 bahwa perekonomian yang maju pada saat itu adalah perekonomian Arab yang dipimpin Mahomet and His Immediate Successors (Karim :1).
Ilmu ekonomi adalah seperti bangunan bertingkat ynag masing-masing bangsa (agama ) mempunyai peranan sendiri-sendiri dalam sumbangan terhadap ilmu ekonomi, begitu pula dengan Islam yang ikut berperan didalamnya. Dalam ekonomi Islam ada beberapa konsep (prinsip) sebagai dasar pijakan membangun ekonomi. Beberapa diantaranya :
1. Pandangan Islam terhadap riba
2. Sistem bagi hasil
3. Pengenaan zakat
Sebelum melangkah lebih jauh, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan dulu tentang pandangan Islam terhadap harta yang kaitannya dengan bidang ekonomi. Secara umum manusia adalah khalifah (pemimpin) dimuka bumi. Tugas khalifah adalah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan.(QS. An’am:165) dan tugas untuk mengabdi kepada Sang Pencipta (QS.Ad-Dzariyat: 56). Berkaitan dengan tugas sebagai pemimpin (Khalifah) yang harus memakmurkan bumi dan sebagai Hamba (Abid), maka secara logika sederhana semua perangkat dan sistem tersebut mesti telah ada dan tinggal menjalankan.
Pandangan pertama Islam terhadap harta adalah bahwa harta hanyalah sebagai titipan dari Sang Pencipta. Manusia bertugas sebagai pelaksana amanah yang harus sesuai dengan ketentuan dan kehendak-Nya. Sehingga salah satu konsekuensinya adalah tidak berhak untuk memiliki. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Einstein bahwa manusia tidak mampu menciptakan energi. Manusia hanya mengubah dari satu energi ke dalam bentuk energi yang lain.
Kedua, harta adalah sebagai ujian apakah manusia mempunyai rasa syukur atas nikmat-Nya dan mau menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan kebutuhan. Hal ini memberikan pelajaran kepada kita tentang manfaat dari berhemat (tidak boros). Ketiga, dalam proses mencari dan menggunakan harta dilarang menggunakan cara-cara yang bathil, seperti riba, judi, mencuri dan lainnya. Keempat, dilarang menumpuk harta untuk segolongan kaya orang saja. Konsep ini dimaksudkan bahwa kita tidak boleh mengeksploitasi kekayaan untuk diri sendiri dan golongan. Orang lain juga berhak untuk menikmati (sesuai dengan tugas khalifah).
1. KONSEP RIBA MENURUT PANDANGAN AGAMA
Secara bahasa riba dalam bahasa Inggris (Usury) yang berasal dari bahasa Latin (Usura) berarti menggunakan (Use). Dalam hal ini jika berkaitan dengan masalah modal maka usury berarti harga dari menggunakan uang (Karim: 3). Sedangkan bunga dalam bahasa Inggris (Interest) yang juga berasal dari bahasa Latin Interio (untuk kehilangan). Sebagian lain menyebutkan dari kata Interese (datang ditengah), yaitu kompensasi kerugian ynag muncul ditengah transaski bila peminjam tidak mengembalikan tepat waktu. Dari sini kemudian mulai berkembang bahwa bunga merupakan kompensasi dari kehilangan waktu. Sedangkan menurut pandangan Islam dari segi bahasa riba berarti tumbuh atau membesar. Secara istilah adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara tidak sah (bathil).
Riba tidak hanya menjadi masalah bagi umat muslim. Dalam perspektif non muslimpun sebenarnya riba juga dilarang secara keras. Seperti dari kalangan Yahudi, Yunani, Romawi dan Kristen. Kalangan Yahudi memandang riba adalah sesuatu ynag dilarang oleh ajarannya. Hal ini tertuang dalam kitab suci mereka seperti dalam kitab Exodus (keluaran) pasal 22 ayat 25. Disana disebutkan bahwa jika engkau meminajmkan uang kepada salah seorang ummat-Ku, orang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia jangan engkau bebankan bunga terhadapnya. Hal ini diperkuat oleh kitab-kitab lainnya seperti Deuteronomy (ulangan) pasal 13 ayat 19 dan kitab Levicitus pasal 35 ayat 7 (Antonio : 66)
Konsep Yunani dan Romawi dalam memandang riba ada dua pendapat. Dari kalangan birokrasi menganggap bahwa riba itu halal (diperbolehkan) selama tingkat maksimum dari tambahan yang dikenakan masih sesuai dengan hukum (Undang-Undang ) yang telah ditentukan (Antonio: 67). Tetapi konsep ini ditentang para ahli filsuf seperti Plato,Aristoteles,Cicero. Alasan mereka adalah bahwa bunga bisa menyebabkan rasa tidak puas terutama dari rakyat bawah yang tidak bermodal. Alasan lain, uang adalah sebagai alat tukar (medium of change) bukan sebagai alat untuk menambah uang.
Konsep riba dalam pandangan kristen terbagi menjadi tiga periode :
Periode Awal Kristen (Abad I-XII) yang mengharamkan riba.
Periode Sarjana Kristen (Abad XII-XVI) yang cenderung membolehkan riba.
Periode Reformis Kristen (Abad XVI-XIX) yang menghalalkan.periode ini diwakili oleh Martin Luther (1483-1546 M)
Konsep riba dalam Islam.
Secara sekilas didepan sudah disinggung tentang pandangan Islam terhadap riba. Islam dengan tegas menolak riba seperti yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah:278-279, disamping beberapa hadis. Riba adalah sesuatu yang merugikan orang pihak lain dengan cara mengambil tambahan baik dalam jual-beli, simpan pinjam.
Dari pandangan masing-masing agama jelas bahwa secara prinsip riba dilarang, kecuali beberapa pandangan yang akhirnya menghalalkan. Meskipun dengan jelas dan tegas telah dilarang tapi ada beberapa pihak yang mencoba mencari alasan pembenaran untuk menghalalkan riba, miniMaal melonggarkan. Bebarapa alasan yang kerap dikemukanan adalah :
Karena keadaan darurat
Berlipat ganda,berarti yang tidak berlipat ganda tidak dilarang),
Bank, sebagai lembaga tidak masuk dalam kategori Mukallaf (orang yang dikenai hukum)
2. PERAN LEMBAGA DALAM EKONOMI ISLAM
Tidak bisa dipungkiri bahwa jika membahas masalah ekonomi tidak akan terlepas dari lembaga yang mengelola. Lembaga ekonomi Islam (Baitul Maal) yang pertama didirikan oleh Rasulullah SAW. Meskipun bentuknya belum forMaal dan masih mempunyai Flexibility yang tinggi dan nyaris tanpa birokrasi (Karim: 5). Pada masa Rasulullah Baitul Maal merupakan lembaga keuangan negara, sehingga peran Baitul Maal juga sangat besar dalam mengontrol pertumbuhan ekonomi negara. sumber dana Baitul Maal berasal dari dana Zakat, karaj (pajak atas tanah) dan lainnya. Seperti dalam ekonomi modern peranan Baitul Maal juga sampai dalam bentuk kebijakan Fiskal dan moneter. (Karim : 5-7). Beberapa ciri kebijakan fiskal Baitul Maal adalah :
a). Jarangnya ditemukan anggaran defisit. Dalam masa Rasulullah baru tercatat sekali terjadi anggaran defisit (saat jatuhnya kota mekah). Defisit ini bisa diatasi hanya dalam waktu satu tahun yaitu setelah perang Hunayn.
b. Sistem Proportional Tax, dimana dalam sistem ini mempunyai Automatic Stabilizer. Jika ekonomi sedang Booming tidak sampai terjadi Buble (penggembungan). Sebaliknya jika sedang Slowing-down maka tidak akan sampai crash.
c. Rate kharaj ditentukan berdasarkan produkvitas lahan. Mulai dari tingkat kesuburan sampai daya jual produknya. Sehingga setiap tanah mempunyai kharaj sendiri-sendiri.
d. Zakat peternakan dikenakan rate yang regresif, yaitu semakin banyak ternak semakin kecil ratenya sehingga tersedianya harga ternak yang relatif murah. Hal ini hanya berlaku khusus untuk peternakan dan tidak bisa dikenakan kepada produk pertanian karena sifatnya yang bisa membusuk.
e. Zakat dikenakan atas hasil keuntungan bukan harga jual. Beda dengan pajak yang dikenakan atas harga jual (modal dan laba), sehingga jika pajak naik maka harga jual produk juga akan mengikuti meningkat.
f. Porsi yang besar untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan ini bermanfaat
dalam mendukung peningkatan ekonomi. Misalnya dengan pembangunan kanal (untuk irigasi), pusat kota bisnis dan lainnya.
g. Sistem administrasi yang baik.
h. Adanya jaringan kerja antar pusat Baitul Maal dengan daerah. Jaringan kerja ini juga bisa berfungsi sebagai kontrol dari pusat terhadap daerah.
Berkitan dengan kebijakan moneter, pada masa Rasullullah sampai dengan masa khulafaur Rasyidin fungsi moneter memang kurang, dalam arti pengelolaan jumlah uang yang beredar. Tetapi ada salah satu hal yang menarik, dimana alat tukar pada masa itu adalah Dinar dan Dirham yang mempunyai tingkat nilai yang sebenarnya lebih tinggi. Karena berasal dari lapisan emas atau perak. Beda dengan uang kertas yang mempunyai nilai dari nominal yang tertera, bukan dari bentuk uangnnya. Satu contoh ketika uang kertas tersebut dirobek maka uang tersebut tidak akan bernilai lagi.
Untuk masa sekarang, dengan gencarnya kembali sistem syariah (konsep ekonomi Islam) maka kemudian banyak lembaga-lembaga keuangan syariah berdiri (baik konvensional ataupun non konvensional). Salah satu contoh yang sedang menggejala mulai tahun 90-an sampai sekarang ini adalah banyaknya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang berdiri dan bergerak untuk kalangan menengah dan kecil. Peluang membangun ekonomi berdasar basic ekonomi mikro didasarkan pada relitas yang ada. Dimana krisis ekonomi yang berkepanjangan dari tahun 1998 sampai sekarang merupakan imbas sikstem ekonomi barat (kapitalis) yang berpihak pada skala makro. Sistem kapitalis dianggap banyak merugikan pihak kecil, karena lebih memihak kepada pemilik modal (Bulletin Amanah Ummat: 2). Semakin besar modal yang dipunyai maka semakin dia akan mengusai pasar ekonomi. Modal berarti uang dalam sistem kapitalis, sehingga fungsi awal uang sebagai alat tukar kurang berfungsi. Perlahan - lahan teori ekonomi juga sudah mulai bergeser untuk menggunakan sistem ekonomi syariah. Banyaknya bank konvensional yang membuka sistem syariah menjadi bukti kekuatan ekonomi Islam. Dan ekonomi syariah dalam hal ini skala mikro mulai menjadi pilihan alternatif karena dianggap bisa lebih bertahan dari terjangan badai krisis.
Dengan konsep yang jelas meskipun belum sempurna ternyata hasil yang didapat cukup menggembirakan untuk mengangkat atau miniMaal untuk menanggulangi krisis. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam ekonomi syariah yaitu: pertama, dalam transaksi ekonomi syariah tidak ada unsur kedzaliman. Pihak pertama tidak boleh mencurangi pihak lain. Kedua, tidak ada unsur riba. Ketiga, tidak membahayakan pihak sendiri dan pihak lain. Dalam hal ini adalah tanggungan bersama dalam resiko. Baik dalam keuntungan atau kerugian. Keempat, tidak ada unsur penipuan. Kelima,tidak mengandung materi yang diharamkan. Keenam, tidak mengandung unsur judi.
Kriteria ini yang kemudian menjadi dasar terutama lembaga keuangan syariah dalam menjalankan proses ekonomi. Ada dua bidang garapan yang jelas dalam lembaga keuangan syariah khususnya Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dalam mengembangkan ekonomi Islam. Baitul Maal yang bergerak dibagian sosial dan bidang tamwil yang bergerak dalam bidang simpan pinjam.
Baitul Maal merupakan bidang yang mengurusi masalah sosial. Sumber dana yang didapat berasal dari penggalian dana zakat, infaq, shadaqah dan sejenisnya. Fokus garapan bidang ini adalah untuk membantu dalam sektor pendidikan, kesehatan dan lainnya yang bersifat sosial.
Baitut Tamwil merupakan bidang yang mengurusi simpan pinjam. Bagian ini hampir sama dengan sistem bank lainnya yaitu adanya produk pembiayaan dan produk tabungan. Bedanya untuk sistem ekonomi syariah titik tekannya dalam masalah bagi hasil. Tidak seperti bank konvensional yang menggunakan sistem bunga. Bagi sebagian kalangan keduanya masih dianggap sama. Ada perbedaan yang jelas antara sistem bagi hasil dan bunga. Untuk lebih jelasnya bisa digambarkan dalam Tabel:
BUNGA
BAGI HASIL
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi selalu untung
1. Penentuan besarnya bagi hasil (nisbah) dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Jadi proses tawar menawar terjadi disana.
2. Besarnya prosentase berdasarkan jumlah uang (modal ) yang dipinjamkan
2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang tertera di akad tanpa pertimbangan suatu proyek yang dibeayai rugi atau untung
3.bagi hasil tergantung pada proyek yang dijalankan. Jika rugi akan ditanggung bersama
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang Booming
4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
5. Eksisitensi bunga diragukan oleh semua agama.
5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
Dari sini jelas terlihat bahwa sistem ekonomi Islam yang lebih mengutamakan ekonomi Syariah memang mempunyai peranan dalam meletakan dasar-dasar yang kuat dalam fondasi ekonomi dunia. Kontribusi Islam tidak hanya masa sekarang tapi sudah dimulai sejak jaman Rasulullah. Dan akhirnya tidak ada alasan lagi untuk mengabaikan semua sumbangan tersebut. ..semoga.
DAFTAR REFERENSI
Antonio,M. Syafi’i (1999), Bank Syariah, Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: Tazkia Institute.
Karnaen, P dan Antonio, M. Syafi’i, (1993), Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf.
Mujamil, (1993), Kontribusi Islam Terhadap Peradaban Manusia, Sebuah Wacana Monumental, Solo: Ramadhani.
Karim, Adiwarman Azwar, Kontribusi Agama dalam Mewujudkan Visi Ekonomi Kebangsaan (Makalah).
Workshop Jogja Peduli,(2004), Jogjakarta (Makalah)
Bulletin Amanah Ummat, edisi 04/VII/2004 (diterbitkan oleh BMT Bina Ummah)
Bulletin Amanah Ummat, edisi 06/IX/2004 (diterbitkan oleh BMT Bina Ummah)

KEGIATAN EKONOMI DITINJAU DARI PARADIGMA ISLAM

KEGIATAN EKONOMI DITINJAU DARI PARADIGMA ISLAM
Oleh : Hanif Cahyo Adi K, MA
Mukadimah
Sampai saat ini peranan Agama (baca: Islam) seakan-akan atau bahkan tidak pernah disinggung dalam khazanah ekonomi, terutama dalam konsep ekonomi modern. Salah satu penyebabnya adalah putusnya (baca: sengaja / tidak) rantai sejarah tentang peranan Islam dalam membangun sistem ekonomi Dunia. Hal ini yang perlu diluruskan kepada masyarakat terhadap pandangan bahwa Islam tidak mempunyai peranan dalam bidang ekonomi. Padahal Islam menjadi bagian yang tidak terpisahkan sebagai peletak dasar fondasi sistem ekonomi modern. Hal ini diamini oleh Adam Smith sebagai bapak ekonomi modern. Dia menjelaskan dalam bukunya The wealth of nations, volume 5 bahwa perekonomian yang maju pada saat itu adalah perekonomian Arab yang dipimpin Mahomet and His Immediate Successors (Karim :1).
Ilmu ekonomi adalah seperti bangunan bertingkat ynag masing-masing bangsa (agama ) mempunyai peranan sendiri-sendiri dalam sumbangan terhadap ilmu ekonomi, begitu pula dengan Islam yang ikut berperan didalamnya. Dalam ekonomi Islam ada beberapa konsep (prinsip) sebagai dasar pijakan membangun ekonomi. Beberapa diantaranya :
1. Pandangan Islam terhadap riba
2. Sistem bagi hasil
3. Pengenaan zakat
Sebelum melangkah lebih jauh, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan dulu tentang pandangan Islam terhadap harta yang kaitannya dengan bidang ekonomi. Secara umum manusia adalah khalifah (pemimpin) dimuka bumi. Tugas khalifah adalah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan.(QS. An’am:165) dan tugas untuk mengabdi kepada Sang Pencipta (QS.Ad-Dzariyat: 56). Berkaitan dengan tugas sebagai pemimpin (Khalifah) yang harus memakmurkan bumi dan sebagai Hamba (Abid), maka secara logika sederhana semua perangkat dan sistem tersebut mesti telah ada dan tinggal menjalankan.
Pandangan pertama Islam terhadap harta adalah bahwa harta hanyalah sebagai titipan dari Sang Pencipta. Manusia bertugas sebagai pelaksana amanah yang harus sesuai dengan ketentuan dan kehendak-Nya. Sehingga salah satu konsekuensinya adalah tidak berhak untuk memiliki. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Einstein bahwa manusia tidak mampu menciptakan energi. Manusia hanya mengubah dari satu energi ke dalam bentuk energi yang lain.
Kedua, harta adalah sebagai ujian apakah manusia mempunyai rasa syukur atas nikmat-Nya dan mau menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan kebutuhan. Hal ini memberikan pelajaran kepada kita tentang manfaat dari berhemat (tidak boros). Ketiga, dalam proses mencari dan menggunakan harta dilarang menggunakan cara-cara yang bathil, seperti riba, judi, mencuri dan lainnya. Keempat, dilarang menumpuk harta untuk segolongan kaya orang saja (al-Hasyr….). Konsep ini dimaksudkan bahwa kita tidak boleh mengeksploitasi kekayaan untuk diri sendiri dan golongan. Orang lain juga berhak untuk menikmati (sesuai dengan tugas khalifah).
1. KONSEP RIBA MENURUT PANDANGAN AGAMA
Secara bahasa riba dalam bahasa Inggris (Usury) yang berasal dari bahasa Latin (Usura) berarti menggunakan (Use). Dalam hal ini jika berkaitan dengan masalah modal maka usury berarti harga dari menggunakan uang (Karim: 3). Sedangkan bunga dalam bahasa Inggris (Interest) yang juga berasal dari bahasa Latin Interio (untuk kehilangan). Sebagian lain menyebutkan dari kata Interese (datang ditengah), yaitu kompensasi kerugian yang muncul ditengah transaksi bila peminjam tidak mengembalikan tepat waktu. Dari sini kemudian mulai berkembang bahwa bunga merupakan kompensasi dari kehilangan waktu. Sedangkan menurut pandangan Islam dari segi bahasa riba berarti tumbuh atau membesar. Secara istilah adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara tidak sah (bathil).
Riba tidak hanya menjadi masalah bagi umat muslim. Dalam perspektif non muslimpun sebenarnya riba juga dilarang secara keras. Seperti dari kalangan Yahudi, Yunani, Romawi dan Kristen. Kalangan Yahudi memandang riba adalah sesuatu ynag dilarang oleh ajarannya. Hal ini tertuang dalam kitab suci mereka seperti dalam kitab Exodus (keluaran) pasal 22 ayat 25. Disana disebutkan bahwa jika engkau meminajmkan uang kepada salah seorang ummat-Ku, orang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia jangan engkau bebankan bunga terhadapnya. Hal ini diperkuat oleh kitab-kitab lainnya seperti Deuteronomy (ulangan) pasal 13 ayat 19 dan kitab Levicitus pasal 35 ayat 7 (Antonio : 66)
Konsep Yunani dan Romawi dalam memandang riba ada dua pendapat. Dari kalangan birokrasi menganggap bahwa riba itu halal (diperbolehkan) selama tingkat maksimum dari tambahan yang dikenakan masih sesuai dengan hukum (Undang-Undang ) yang telah ditentukan (Antonio: 67). Tetapi konsep ini ditentang para ahli filsuf seperti Plato,Aristoteles,Cicero. Alasan mereka adalah bahwa bunga bisa menyebabkan rasa tidak puas terutama dari rakyat bawah yang tidak bermodal. Alasan lain, uang adalah sebagai alat tukar (medium of change) bukan sebagai alat untuk menambah uang.
Konsep riba dalam pandangan kristen terbagi menjadi tiga periode :
Periode Awal Kristen (Abad I-XII) yang mengharamkan riba.
Periode Sarjana Kristen (Abad XII-XVI) yang cenderung membolehkan riba.
Periode Reformis Kristen (Abad XVI-XIX) yang menghalalkan.periode ini diwakili oleh Martin Luther (1483-1546 M)
Konsep riba dalam Islam.
Secara sekilas didepan sudah disinggung tentang pandangan Islam terhadap riba. Islam dengan tegas menolak riba seperti yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah:278-279, disamping beberapa hadis. Riba adalah sesuatu yang merugikan orang pihak lain dengan cara mengambil tambahan baik dalam jual-beli, simpan pinjam.
Dari pandangan masing-masing agama jelas bahwa secara prinsip riba dilarang, kecuali beberapa pandangan yang akhirnya menghalalkan. Meskipun dengan jelas dan tegas telah dilarang tapi ada beberapa pihak yang mencoba mencari alasan pembenaran untuk menghalalkan riba, miniMaal melonggarkan. Bebarapa alasan yang kerap dikemukanan adalah :
Karena keadaan darurat
Berlipat ganda,berarti yang tidak berlipat ganda tidak dilarang),
Bank, sebagai lembaga tidak masuk dalam kategori Mukallaf (orang yang dikenai hukum)
2. PERAN LEMBAGA DALAM EKONOMI ISLAM
Tidak bisa dipungkiri bahwa jika membahas masalah ekonomi tidak akan terlepas dari lembaga yang mengelola. Lembaga ekonomi Islam (Baitul Maal) yang pertama didirikan oleh Rasulullah SAW. Meskipun bentuknya belum formal dan masih mempunyai Flexibility yang tinggi dan nyaris tanpa birokrasi (Karim: 5). Pada masa Rasulullah Baitul Maal merupakan lembaga keuangan negara, sehingga peran Baitul Maal juga sangat besar dalam mengontrol pertumbuhan ekonomi negara. sumber dana Baitul Maal berasal dari dana Zakat, karaj (pajak atas tanah) dan lainnya. Seperti dalam ekonomi modern peranan Baitul Maal juga sampai dalam bentuk kebijakan Fiskal dan moneter. (Karim : 5-7). Beberapa ciri kebijakan fiskal Baitul Maal adalah :
a). Jarangnya ditemukan anggaran defisit. Dalam masa Rasulullah baru tercatat sekali terjadi anggaran defisit (saat jatuhnya kota mekah). Defisit ini bisa diatasi hanya dalam waktu satu tahun yaitu setelah perang Hunayn.
b. Sistem Proportional Tax, dimana dalam sistem ini mempunyai Automatic Stabilizer. Jika ekonomi sedang Booming tidak sampai terjadi Buble (penggembungan). Sebaliknya jika sedang Slowing-down maka tidak akan sampai crash.
c. Rate kharaj ditentukan berdasarkan produkvitas lahan. Mulai dari tingkat kesuburan sampai daya jual produknya. Sehingga setiap tanah mempunyai kharaj sendiri-sendiri.
d. Zakat peternakan dikenakan rate yang regresif, yaitu semakin banyak ternak semakin kecil ratenya sehingga tersedianya harga ternak yang relatif murah. Hal ini hanya berlaku khusus untuk peternakan dan tidak bisa dikenakan kepada produk pertanian karena sifatnya yang bisa membusuk.
e. Zakat dikenakan atas hasil keuntungan bukan harga jual. Beda dengan pajak yang dikenakan atas harga jual (modal dan laba), sehingga jika pajak naik maka harga jual produk juga akan mengikuti meningkat.
f. Porsi yang besar untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan ini bermanfaat
dalam mendukung peningkatan ekonomi. Misalnya dengan pembangunan kanal (untuk irigasi), pusat kota bisnis dan lainnya.
g. Sistem administrasi yang baik.
h. Adanya jaringan kerja antar pusat Baitul Maal dengan daerah. Jaringan kerja ini juga bisa berfungsi sebagai kontrol dari pusat terhadap daerah.
Berkitan dengan kebijakan moneter, pada masa Rasullullah sampai dengan masa khulafaur Rasyidin fungsi moneter memang kurang, dalam arti pengelolaan jumlah uang yang beredar. Tetapi ada salah satu hal yang menarik, dimana alat tukar pada masa itu adalah Dinar dan Dirham yang mempunyai tingkat nilai yang sebenarnya lebih tinggi. Karena berasal dari lapisan emas atau perak. Beda dengan uang kertas yang mempunyai nilai dari nominal yang tertera, bukan dari bentuk uangnnya. Satu contoh ketika uang kertas tersebut dirobek maka uang tersebut tidak akan bernilai lagi.uang kertas hanya dinilai dengan jumlah tulisan nominalnya sementara secara materi (bentuk) tidak mempunyai nilai jika telah berubah. Sementara uang dalam bentuk dinar dan dirham terbuat dari emas atau perak,jadi keduanya mempunyai nilai baik dari jumlah nominalnya atau dari bentuk uangnya. Konsep alat tukar inipun sudah mulai dipakai disebagian negara (Baca: mayoritas Islam) seperti Malaysia,brunei Darusalam dan lainnya.
Untuk masa sekarang, dengan gencarnya kembali sistem syariah (konsep ekonomi Islam) maka kemudian banyak lembaga-lembaga keuangan syariah berdiri (baik konvensional ataupun non konvensional). Salah satu contoh yang sedang menggejala mulai tahun 90-an sampai sekarang ini adalah banyaknya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang berdiri dan bergerak untuk kalangan menengah dan kecil. Peluang membangun ekonomi berdasar basic ekonomi mikro didasarkan pada relitas yang ada. Dimana krisis ekonomi yang berkepanjangan dari tahun 1998 sampai sekarang merupakan imbas sistem ekonomi Barat (kapitalis) yang berpihak pada skala makro. Sistem kapitalis dianggap banyak merugikan pihak kecil, karena lebih memihak kepada pemilik modal (Bulletin Amanah Ummat: 2). Semakin besar modal yang dipunyai maka semakin dia akan mengusai pasar ekonomi. Modal berarti uang dalam sistem kapitalis, sehingga fungsi awal uang sebagai alat tukar kurang berfungsi. Perlahan - lahan teori ekonomi juga sudah mulai bergeser untuk menggunakan sistem ekonomi syariah. Banyaknya bank konvensional yang membuka sistem syariah menjadi bukti kekuatan ekonomi Islam. Dan ekonomi syariah, dalam hal ini skala mikro mulai menjadi pilihan alternatif karena dianggap bisa lebih bertahan dari terjangan badai krisis.
Dengan konsep yang jelas meskipun belum sempurna ternyata hasil yang didapat cukup menggembirakan untuk mengangkat atau minimal untuk menanggulangi krisis. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam ekonomi syariah yaitu: pertama, dalam transaksi ekonomi syariah tidak ada unsur kedzaliman. Pihak pertama tidak boleh mencurangi pihak lain. Kedua, tidak ada unsur riba. Ketiga, tidak membahayakan pihak sendiri dan pihak lain. Dalam hal ini adalah tanggungan bersama dalam resiko. Baik dalam keuntungan atau kerugian. Keempat, tidak ada unsur penipuan. Kelima,tidak mengandung materi yang diharamkan. Keenam, tidak mengandung unsur judi.
Kriteria ini yang kemudian menjadi dasar terutama lembaga keuangan syariah dalam menjalankan proses ekonomi. Ada dua bidang garapan yang jelas dalam lembaga keuangan syariah khususnya Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dalam mengembangkan ekonomi Islam. Baitul Maal yang bergerak dibagian sosial dan bidang tamwil yang bergerak dalam bidang simpan pinjam.
Baitul Maal merupakan bidang yang mengurusi masalah sosial. Sumber dana yang didapat berasal dari penggalian dana zakat, infaq, shadaqah dan sejenisnya. Fokus garapan bidang ini adalah untuk membantu dalam sektor pendidikan, kesehatan dan lainnya yang bersifat sosial.
Baitut Tamwil merupakan bidang yang mengurusi simpan pinjam. Bagian ini hampir sama dengan sistem bank lainnya yaitu adanya produk pembiayaan dan produk tabungan. Bedanya untuk sistem ekonomi syariah titik tekannya dalam masalah bagi hasil. Tidak seperti bank konvensional yang menggunakan sistem bunga. Bagi sebagian kalangan keduanya masih dianggap sama. Ada perbedaan yang jelas antara sistem bagi hasil dan bunga. Untuk lebih jelasnya bisa digambarkan dalam Tabel:
BUNGA
BAGI HASIL
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi selalu untung
1. Penentuan besarnya bagi hasil (nisbah) dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Jadi proses tawar menawar terjadi disana.
2. Besarnya prosentase berdasarkan jumlah uang (modal ) yang dipinjamkan
2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang tertera di akad tanpa pertimbangan suatu proyek yang dibeayai rugi atau untung
3.bagi hasil tergantung pada proyek yang dijalankan. Jika rugi akan ditanggung bersama
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang Booming
4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
5. Eksisitensi bunga diragukan oleh semua agama.
5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
Dari sini jelas terlihat bahwa sistem ekonomi Islam yang lebih mengutamakan ekonomi Syariah memang mempunyai peranan dalam meletakan dasar-dasar yang kuat dalam fondasi ekonomi dunia. Kontribusi Islam tidak hanya masa sekarang tapi sudah dimulai sejak jaman Rasulullah. Dan akhirnya tidak ada alasan lagi untuk mengabaikan semua sumbangan tersebut. ..semoga.
DAFTAR REFERENSI
Antonio,M. Syafi’i (1999), Bank Syariah, Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: Tazkia Institute.
Karnaen, P dan Antonio, M. Syafi’i, (1993), Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf.
Mujamil, (1993), Kontribusi Islam Terhadap Peradaban Manusia, Sebuah Wacana Monumental, Solo: Ramadhani.
Karim, Adiwarman Azwar, Kontribusi Agama dalam Mewujudkan Visi Ekonomi Kebangsaan (Makalah).
Workshop Jogja Peduli,(2004), Jogjakarta (Makalah)
Bulletin Amanah Ummat, edisi 04/VII/2004 (diterbitkan oleh BMT Bina Ummah)
Bulletin Amanah Ummat, edisi 06/IX/2004 (diterbitkan oleh BMT Bina Ummah)

GERAKAN EKONOMI BARU ITU BERNAMA BMT

GERAKAN EKONOMI BARU ITU BERNAMA BMT


H.C Adi Kistoro,MA

BMT, ya nama itu sudah semakin familiar di kalangan masyarakat. Perkembangan dan sepak terjangnya luar biasa. Tidak banyak yang mengira jika lembaga yang bergerak di sektor mikro bisa semakin menggurita.
Hal ini terlihat dari antusias masyarakat yang mulai menggunakan jasa layanan BMT. Selain itu juga terlihat dari banyaknya BMT yang muncul dan berkembang. Hal ini mungkin didorong oleh kesadaran masyarakat yang mulai timbul dan juga dipicu adanya kinerja positif, produk dan fasilitas yang diberikan. Dan menariknya, kini secara umum sudah terdapat sinyal-sinyal yang menunjukkan bahwa masyarakat lebih tertarik untuk bergabung dengan perbankan syariah(termasuk BMT) dan meninggalkan dunia perbankan konvensional dengan semakin baiknya kinerja dan persepsi masyarakat.
Bahkan menurut data Bank Indonesia seperti yang diberitakan di media massa, perkembangan ini jauh lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan asset perbankan konvensional. Dan yang menggembirakan lagi, secara umum kondisi industri perbankan syariah Nasional pada tahun 2005 masih menunjukkan kinerja yang baik walaupun terdapat beberapa tekanan terhadap kestabilan makro ekonomi yang mempengaruhi perkembangan perbankan syariah.
Geliat kemajuan perbankan syariah juga dirasakan oleh para pelaku bisnis syariah mikro, seperti Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Gejolak ekonomi Nasional yang ternyata tidak membuat BMT goyah membuat para pelaku bisnis mulai tertarik mendalami dan terjun langsung di dunia BMT hingga pertumbuhan BMT pun dapat diibaratkan seperti tumbuhnya cendawan di musim hujan. Dengan proses yang tidak rumit, seorang pelaku bisnis yang mempunyai modal dapat dengan mudah mendirikan BMT. Namun, tidak semudah pendiriannya, proses pengembangan dan pengendalian BMT memerlukan sumber daya insani (SDI) yang berjiwa wirausaha dan ketelatenan serta keuletan yang tinggi. Hal itulah nampaknya yang kurang diperhatikan dalam pendirian BMT.
Muncul dan berkembangnya BMT memang tidak terlepas dari berbagai faktor. Pertama, bisnis ini pada masa awalnya terkesan mudah dan gampang dilakukan. Dengan modal seadanya orang bisa membuat BMT. Saking begitu gampangnya sehingga kadang banyak sebutan yang dialamatkan kepada BMT dengan nada miring, dari rentenir syariah, penagih syariah dan sebagainya. Selain dari sisi hukum juga masih dipertanyakan banyak orang. Kedua, pasar yang terbuka lebar. Mayoritas para pelaku ekonomi kita sebenarnya adalah pelaku ekonomi mikro. Pedagang pasar tradisional yang rata-rata adalah mbok-mbok bakul, pedagang kaki lima, warung makan dan lainnya. Prediksinya kedepan peluang disektor ini masih sangat luas. Ketiga, adanya fatwa bunga Bank haram. Efek fatwa ini jelas membuat dunia perbankan (baca : konvensioanl) agak terpukul. Pelan namun pasti masyarakat mulai beralih ke dunia syariah. Lembaga keuangan konvensional sendiri kemudian banyak yang “latah” menerapkan sistem Dual Bank. Persaingan menjadi kompetitif. Hal ini wajar karena pertumbuhan asset perbankan syaraih bisa mencapai 65 % (Republika: .......). Bagaimana tidak menjadi pasar baru ?
Seiring Booming-nya lembaga keuangan syariah terutama disektor mikro (baca : BMT) ternyata juga mencatat banyak persolan yang harus segera diselesaikan. Belum adanya lembaga induk (semacam BI) yang menjadi rujukan bagi BMT. Eksesnya merambat ke banyak hal, Sisi pengawasan dan pelaporan keuangan, standar baku operasional, proses pengembangan Sumber daya Insani (SDI) dan lainnya.
Menurut hemat penulis faktor SDI menjadi fokus utama pembenahan meskipun faktor lainnya juga menjadi prioritas. Karena pelaku (SDI) di bisnis ini yang akan menjadikan BMT tersebut besar atau “bangkrut”. Banyaknya BMT yang muncul, katakanlah dengan prosentase kasar sebanyak 500 buah, belum menjadi jaminan akan berdiri terus. Paling hanya 40 % saja yang masih “bernafas” (baca : hidup) dan menjalankan fungsinya. Dari sebagian besar yang hidup itupun hanya didasarkan pada semangat (ghirah). Sifat dan sikap profesional belum menjadi budaya kerja. Padahal profesionalisme merupakan kompetensi yang harus dimiliki untuk membangun sebuah lembaga.
Ada 3 faktor setidaknya yang bisa menjadi pegangan dalam melihat profesioanalisme. Pertama, IQ (intelegent Question). Yang dimaksud dengan IQ disini adalah sebuah kemampuan yang dibutuhkan untuk memikirkan kelangsungan sebuah lembaga. Mengurus sebuah lembaga membutuhkan pemikiran dan strategi-strategi yang handal dan tepat. Apalagi semakin banyaknya lembaga BMT yang muncul secara langsung atau tidak akan menjadi kompetitor. Banyaknya gesekan tersebut idealnya akan menuntut inovasi baru agar lembaga tersebut tetap dikenal dan diminati.
Kedua, skils (keahlian). Yang dimaksud disini adalah kemampuan menejerial dan operasional. Skills yang cakap akan menjadikan kinerja yang positif dan produktif.
Ketiga, attitude (sikap). Sikap ini mencerminkan perilaku dari pengelola sebuah lembaga. BMT juga harus bisa menjadi lembaga pelayanan terbaik bagi publik.
Sekali lagi dengan melihat realitas diatas, satu hal penting yang menjadi prioritas awal adalah pembenahan sikap profesional sumber daya insaninya. Pembentukan SDI yang dinginkan tersebut merupakan langkah yang tidak mudah dan harus berkelanjutan (sustainable). Pengembangan sifat dan sikap profesioanal harusnya didasarkan pada nilai-nilai positif yang telah dianjurkan dalam ajaran Islam. Menurut Estentino (Republika: 2005) menjelaskan langkah – langkah pengembangan profesionalisme ada tiga cara :
Pertama, harus mencari SDI yang FAST yaitu yang mempunyai sifat fatonah, amanah, cerdas dan tabligh. Sifat seperti ini akan membentuk budaya kerja yang terarah, terampil dan cepat dalam pelayanan.
Kedua, SOP yang jelas dan terimplementasi dalam praktek. Dalam SOP akan dibatasi hak dan kewenangan masing-masing . Pembatasan ini dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan kinerja.
Ketiga, infra struktur yang memadai demi kelancaran operasional BMT. Minimal dengan 3 pilar tersebut akan membentuk proses yang sustainable (berkelanjutan). Ditambahkan oleh Batubara (Modal: 61). Bahwa tiga pilar lain yang saling terkait dalam membangun SDI yang unggul dan profesional adalah :
Pertama, adanya LKS seperti Bank syariah, BPRS dan BMT. Lembaga ini sebagai tempat untuk mengasah, membentuk dalam praktek nyatanya. Kedua, adanya lembaga pendidikan formal yang mencetak pemain (pelaku). ketiga adalah lokasi pengembangan lembaga. Dalam sistem sepak bola ketiga pilar ini bisa dianalogkan sebagai penyedia bola, pemain bola dan penyedia lapangan bola. Jadi pembenahan Sumber daya insani selain dari faktor internal seperti yang dijelaskan Estentio, juga harus diperhatikan faktor internalnya, diantaranya lembaga pendidikan yang mencetak SDI dengan spesifikasi jurusan.
Menurut hemat penulis ketiga pilar tersebut masih bisa ditambahkan satu bagian lagi sebagai pilar keempat yaitu adanya legalitas dan dukungan dari pemerintah. Pemerintah diibaratkan sebagai wasit. Pemerintah yang akan meniup peluit peringatan jika dalam pelaksanaan sebuah lembaga tersebut tidak mentaati aturan main yang berlaku.
Jika kita sadar, persoalan SDI seharusnya bisa diantisipasi sejak dini, sehingga kelak di kemudian hari tidak menjadi kendala yang serius. Sebagai penduduk mayoritas terbesar di dunia seharusnya sistem lembaga keuangan baik makro dan mikro bisa di handle (tangani). Lembaga keuangan syariah idealnya juga bisa menjadi surga bagi tumbuhnya sistem perbankan berdasarkan pada Al-quran dan Assunah seperti yang telah di terapkan Nabi dan sahabat.
Imbas dari persoalan SDI ini bisa menambah berat program sosialisasi sistem ekonomi syariah ke masyarakat. Kesan yang ditangkap dari bentuk pelayanan yang belum profesional dan ditambah produk yang tidak populer (baca: mengena masyarakat). Serta lokasi yang biasanya susah (daerah pedesaan) juga infra struktur yang belum lengkap. Banyaknya lembaga-lembaga pengembangan sumber daya insani yang independent, terutama BMT telah menjadi alternatif solusi tersendiri, meskipun mereka rata-rata juga terkesan dipaksakan (baca: tidak konsisten). Sehingga ada yang terkesan menuruti trend dan akhirnya mundur teratur, meskipun juga ada yang sungguh-sungguh untuk mengembangkannya.
Dari gambaran diatas, menjadi sebuah renungan bagi kita bahwa persoalan sumber daya Insani adalah sebuah masalah serius. Jika kita tidak tanggap sejak dini yang rugi adalah perusahaan itu sendiri karena kesuksesan sebuah perusahaan bisa dilihat dari generasi selanjutnya. BMT Akhirnya diharapkan bisa menjadi gerbong kecil bagi sistem ekonomi Islam dalam rangka memberdayakan masyarakat. Tidak malah menjadi potensi yang bisa diperdayai.

MENGKRITISI STATUS bayt maal wat tamwil SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH MIKRO

Hanif cahyo AK, MA


Maraknya lembaga-lembaga keuangan yang memunculkan produk-produk syariah menjadi satu fenomena sendiri. Fenomena ini seperti dua sisi keping mata uang logam, satu sisi menjadi satu hal yang menggembirakan,tapi disisi lain menjadI pertanyaan serius. Kenapa kemudian banyak lembaga-lembaga keuangan baik yang berada dalam pengawasan pemerintah ataupun lembaga swasta yang menggunakan konsep ekonomi syariah. Menjadi hal yang menggembirakan karena konsep Islam pada awalnya dianggap sebagai sebuah konsep yang tidak ada hubungannya dengan masalah ekonomi. Banyak ekonom terutama yang berbasic liberal melihat bahwa Islam dengan rambu-rambu dan nilai-nilai normatifnya menjadi faktor penghambat pembangunan (an Onstacle to economic growth). (antonio:1999). Hukum yang dianggap selalu hitam-putih menjadi salah satu pertimbangan untuk mengesampingkan konsep ini. Mereka menilai bahwa kegiatan ekonomi terutama keuangan akan semakin meningkat dan berkembang jika nilai-nilai normatif tadi dihilangkan. Anggapan ini memang diciptakan pihak barat dan untuk menjauhkan dari sesuatu yang bersifat normatif. Ironisnya hal ini juga diamini oleh sebagian intelektual Islam. Ada anggapan bahwa sistem ekonomi Islam tidak ada penjelasannya dalam ajaran agama sehingga tidak bisa dijadikan pijakan(pedoman). Banyaknya krisis yang melanda dunia terutama dunia ketiga (berkembang ) yang mayoritas penganut Islam, menjadi satu dari sekian banyak bukti kegagalan sistem ekonomi liberal. Ada sesuatu yang kurang beres dalam sistem ini. Konsep ekonomi liberal atau kapitalis didasarkan pada penggunaan uang sebagai komoditas(uang yang dapat menghasilkan uang), bukan sekedar sebagai alat tukar. fungsi uang sebagai komoditas ditambah tidak adanya konsep ilahiyah sebagai rambu-rambu,menjadikan ekonomi liberal bebas bergerak. kebebasan sepereti ini yang akhirnya banyak melanggar etika-sosial dan ekonomi. Konsep si kuat memakan yang lemah menjadi dasra pijakannya sehingga menjadikan sendi-sendi ekonomi ambruk, karena dana yang ada digerogoti oleh oknum yang ada didalamnya. Ambruknya perekonomian berdasar sistem liberal akhirnya menjadikan ekonomi Isalm (baca syariah) sebagai alternatif penyelesaiannya. Konsep ekonomi berkeadilan, mendorong usaha produksi daripada konsumsi dan SDM yang amanah dengan memegang nilai-nilai moral menjadi karakteristik ekonomi islam. Niali-nilai ke universal-an ada dalam konsep ini. Karena bisa dilakukan oleh semua ornag.
Pertumbuhan ekonomi syariah yang semakin baik, disadari atau tidak menjadi salah satu pendorong adalah adanya lembaga keuangan syariah mikro yaitu Baytul Maal wat Tamwil (BMT). Lembaga ini kemudaian menjadi “gerbong kecil ” bagi masyarkat golongan mnegah kebawah untuk nadi perekonomian. Pelan tapi pasti BMT mampu mengahdapai badai krisi dan semakin menjujkan keberadaaanya dengan banyaknya lembaga yang muncul sampai hampir 60 titik di wilayah indonesia. ini tentu merupakan kabar yang menggembirakan. Tapi situasi ini menimbulkan persoalan tersendiri manakal BMT sebgai lembaga keuangan mikro dipertanyaan status. Banyaknya lembaga keuanagan (baca Bank konvensional )yang merasa gerah dengan keberadaan BMT mencoba mempertanyakan status keberadannya. Pangsa pasar menengah kebawah yang dulu tidk dilirik oleh mereka dicoba dijadaikan lahan baru bagi mereka. Sementara pasar inijelas meruapakan bidnag garapan lemabaga mikro. Banyaknya bank konvensional yang mulai memakai sistem dual bank serta terjun langsung ke pangsa pasar kelas bawah menjadi satu hal yang patut dijadikan catatan. Lembaga yang mempunyai dana besar baru sadar bahwa kelas menegeh kebawah mempunyai potensi yang besar. Hal ini sah-sah saj untuk dilakukan,tetapi harusnya ada batasan (etika bisnis) yang harus diterapkan. Efek yang timbul juga harus dipertimbngkan,apakah akan merusak sistem yang telah dinagun atau tdiak. Ironisnya BMT sendiri belum mempuyai status hukum yang kuat. Selama ini rata-rata BMT hanya berdasrakan UU koperasi (25 tahun 19…..)untuk menjalankan aktivitasnya. sementara mereka adalah lemabaga keuangan syariah. Sehingga secara hukum belum mempunyai status yang cukup kuat. Untuk masuk sistem koperasi tidak bisa penuh,untuk masuk lembaga perbankan juga tidak bisa.
Adanya wacana tetang undang-undang khsusus ke-BMTan(koperasi syariah) setidaknya menjadi angain segar untuk keeksisan BMT. Kebijakan ini juga menjadi wujud perhatiaan serius pemerintah untuk pengembangan ekonomi lemah.. Diharapkan dengan rencna ini bisa menjadikannya sebagai landasan operasional BMT dengan skala nasional. Bmt juga mempunyipayung sendiri, tidka seperti sekarang untuk diakui anak (baca:tiri) saja susah, apalagi sebgai anak kandung.

Senin, 01 September 2008

Tips Mendirikan BMT yang Untung

Banyak kita baca di media massa BMT (Baitul Maal wa tamwil) yang merugi dan berguguran. Itu selain karena pengurus kurang profesional dan amanah juga karena strategi yang digunakan keliru. Misalnya pinjaman diberikan untuk pinjaman konsumtif seperti kredit motor. Padahal harusnya untuk pinjaman produktif sehingga bagi hasil bisa berjalan dan dinikmati.

Selain itu pola Grameen Bank yang berhasil memberikan pinjaman tanpa agunan tapi tingkat pengembaliannya tinggi juga bisa ditiru. GB hanya memberikan pinjaman tanpa agunan pada kelompok yang terdiri dari 5 orang. Pinjaman pertama untuk 2 orang. Setelah lunas pinjaman diberikan pada 2 orang berikutnya. Setelah lunas lagi baru diberikan pada yang terakhir. Setiap peminjam harus menabung sejumlah kecil uang.

Berikut bagi pengalaman yang diberikan oleh pak Ediyus di Riau yang berhasil mengembangkan BMT dari modal Rp 100 juta hingga menjadi Rp 3 milyar!

BMT secara badan hukum harus berbentuk koperasi, dalam prakteknya BMT di-awasi oleh PINBUK, sebagaimana juga koperasi pada umumnya, maka para pendiri diperbolehkan mempunyai hak-hak khusus. Mungkin untuk kriteria pendirian lebih baik bertanya langsung pada PINBUK, karena pada prinsipnya PINBUK tsb sama setiap daerahnya.

Dalam AD/ART, sebaiknya kita harus benar-benar membuat batasan tegas agar BMT tsb benar-benar berjalan sesuai dengan Syari’ah, biasanya poin yang sangat rentan adalah masalah bentuk-bentuk dan tatacara peminjaman, serta kemana dana yang dipinjamkan tsb digunakan.

Juga untuk mengantisipasi masuknya ide sekuler, maka pada AD/ART nya BMT yang akan dirikan, sebaiknya dibuat dipasal tentang hak suara… yaitu hak suara antara Anggota Istimewa dan Anggota Biasa… anggota Istimewa tadi yaitu para pendiri dan atau yang memiliki dana yang besar di BMT, memiliki hak suara lebih…. nah, jika ada anggota baru mau memasukan dana yang cukup signifikan, maka perlu persetujuan Anggota Istimewa tadi… Dan jangan lupa untuk menambahkan bahwa ide/usulan dari anggota, baru akan dijalankan setelah mendapat legalisasi dari dewan syariah…. dewan syariah biasanya terdiri dari alim ulama yang mengerti tentang bisnis Islami….

Karena berbentuk koperasi, tentunya modal awal BMT tidaklah besar, maka sebaiknya BMT didirikan disekitar pasar, karena sektor inilah yang paling menunjang pertumbuhan BMT. Kita bisa memberikan pinjaman dengan sistem mudharabah pada pedagang kecil, yang insya ALLAH bisa dihitung keuntungannya harian, jadi mereka bisa setor harian. Lagi pula BMT juga bisa mengeliminisir ijon atau rentenir. SubhanaLLAH, BMT Bina-Swadaya yang berada di Duri-RIAU, yang tadinya hanya bermodal sekitar 100Juta, saat ini sudah mengelola sekitar 3-milyar.

Sebaiknya BMT diarahkan pada pinjaman produktif, ketimbang konsumtif, banyak kegagalan terjadi ketika BMT tsb diawali dengan kegiatan konsumtif seperti pendanaan pembelian barang (sepeda motor, HP, perabot, dll), karena harta-harta yang dibelikan tsb kemungkinan besar tidak menghasil nilai tambah dari segi ekonomi.

Lain halnya dengan pinjaman produktif, pihak BMT bisa memberikan pasal, untuk memberi-hak pada BMT untuk ikut campur-tangan dalam proses usaha, agar usaha tadi tidak jatuh. Tentunya BMT harus mengeluarkan ekstra effort untuk melakukan pembinaan mereka, namun hal tsb-lah nilai plus BMT, sehingga insya ALLAH kedepannya BMT bisa mencetak pribadi-pribadi muslim yang mandiri yang cekatan dalam berbisnis. Dan bisa mengangkat martabat mustahik menjadi muzakki, insya ALLAH.

Hmmm, mungkin segini dulu Akhi…. Afwan jika uraiannya kurang nyambung, jika ada pertanyaan lanjutan silahkan, insya ALLAH jika ana bisa menjawab akan ana jawab, jika tidak akan ana refer ke-teman yang lebih ahli.

Wassalaammu’alaykum wa rahmatuLLAHI wa barakatuh,

Ediyus Hz


Contoh Pola Bagi Hasil BMT dengan Pedagang/Pengusaha

Pinjaman modal ke tukang sayur

Pinjaman Rp 100.000

Penjualan= Rp 150.000

Biaya bahan baku dan operasional: Rp 100.000 (komponen biaya dimusyawarahkan antara pedagang dengan BMT)

Untung = Rp 50.000

Bagi hasil antara pedagang dengan BMT = 80:20

Pinjaman Rp 100.000 adalah modal yang harus dikembalikan selama 20 hari sebesar Rp 5.000/hari. Selama belum lunas, Bagi hasil terus berlaku sebelum peminjam dinyatakan default/tak mampu bayar (misalnya setahun). Bagi yang pinjaman macet karena malas/curang tidak akan dapat pinjaman lagi.

Jadi bagi hasilnya dari keuntungan Rp 50.000, pedagang dapat Rp 40.000 dan BMT dapat Rp 10.000.

Selain itu BMT dapat pengembalian modal Rp 5.000/hari hingga modalnya kembali semua.

Dalam 20 hari penerimaan BMT adalah Rp 15.000 x 20 = Rp 300.000

Meski dalam kurang sebulan BMT mendapat lebih dari 300%, tapi ini bukan rentenir. Ini bagi hasil. Jika merugi, maka diteliti kerugiannya apakah karena force majeur atau hanya karena malas. Kerugian karena malas hanya ditanggung oleh pedagang sendiri.

Ini beda dengan Bank yang meski mungkin lebih kecil, tapi jika tidak dilunasi, untung/rugi, maka pinjamannya akan terus berbunga sehingga seluruh harta bisa disita.

Semoga lembaga Micro Finance seperti BMT yang tidak mencekik/tapi menguntungkan ini bisa berkembang sehingga lebih banyak lagi UKM yang bisa didanai.

sumber media islam .com