KEGIATAN EKONOMI DITINJAU DARI PARADIGMA ISLAM
Oleh : Hanif Cahyo Adi K, MA
Mukadimah
Sampai saat ini peranan Agama (baca: Islam) seakan-akan atau bahkan tidak pernah disinggung dalam khazanah ekonomi, terutama dalam konsep ekonomi modern. Salah satu penyebabnya adalah putusnya (baca: sengaja / tidak) rantai sejarah tentang peranan Islam dalam membangun sistem ekonomi Dunia. Hal ini yang perlu diluruskan kepada masyarakat terhadap pandangan bahwa Islam tidak mempunyai peranan dalam bidang ekonomi. Padahal Islam menjadi bagian yang tidak terpisahkan sebagai peletak dasar fondasi sistem ekonomi modern. Hal ini diamini oleh Adam Smith sebagai bapak ekonomi modern. Dia menjelaskan dalam bukunya The wealth of nations, volume 5 bahwa perekonomian yang maju pada saat itu adalah perekonomian Arab yang dipimpin Mahomet and His Immediate Successors (Karim :1).
Ilmu ekonomi adalah seperti bangunan bertingkat ynag masing-masing bangsa (agama ) mempunyai peranan sendiri-sendiri dalam sumbangan terhadap ilmu ekonomi, begitu pula dengan Islam yang ikut berperan didalamnya. Dalam ekonomi Islam ada beberapa konsep (prinsip) sebagai dasar pijakan membangun ekonomi. Beberapa diantaranya :
1. Pandangan Islam terhadap riba
2. Sistem bagi hasil
3. Pengenaan zakat
Sebelum melangkah lebih jauh, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan dulu tentang pandangan Islam terhadap harta yang kaitannya dengan bidang ekonomi. Secara umum manusia adalah khalifah (pemimpin) dimuka bumi. Tugas khalifah adalah mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan.(QS. An’am:165) dan tugas untuk mengabdi kepada Sang Pencipta (QS.Ad-Dzariyat: 56). Berkaitan dengan tugas sebagai pemimpin (Khalifah) yang harus memakmurkan bumi dan sebagai Hamba (Abid), maka secara logika sederhana semua perangkat dan sistem tersebut mesti telah ada dan tinggal menjalankan.
Pandangan pertama Islam terhadap harta adalah bahwa harta hanyalah sebagai titipan dari Sang Pencipta. Manusia bertugas sebagai pelaksana amanah yang harus sesuai dengan ketentuan dan kehendak-Nya. Sehingga salah satu konsekuensinya adalah tidak berhak untuk memiliki. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Einstein bahwa manusia tidak mampu menciptakan energi. Manusia hanya mengubah dari satu energi ke dalam bentuk energi yang lain.
Kedua, harta adalah sebagai ujian apakah manusia mempunyai rasa syukur atas nikmat-Nya dan mau menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan kebutuhan. Hal ini memberikan pelajaran kepada kita tentang manfaat dari berhemat (tidak boros). Ketiga, dalam proses mencari dan menggunakan harta dilarang menggunakan cara-cara yang bathil, seperti riba, judi, mencuri dan lainnya. Keempat, dilarang menumpuk harta untuk segolongan kaya orang saja (al-Hasyr….). Konsep ini dimaksudkan bahwa kita tidak boleh mengeksploitasi kekayaan untuk diri sendiri dan golongan. Orang lain juga berhak untuk menikmati (sesuai dengan tugas khalifah).
1. KONSEP RIBA MENURUT PANDANGAN AGAMA
Secara bahasa riba dalam bahasa Inggris (Usury) yang berasal dari bahasa Latin (Usura) berarti menggunakan (Use). Dalam hal ini jika berkaitan dengan masalah modal maka usury berarti harga dari menggunakan uang (Karim: 3). Sedangkan bunga dalam bahasa Inggris (Interest) yang juga berasal dari bahasa Latin Interio (untuk kehilangan). Sebagian lain menyebutkan dari kata Interese (datang ditengah), yaitu kompensasi kerugian yang muncul ditengah transaksi bila peminjam tidak mengembalikan tepat waktu. Dari sini kemudian mulai berkembang bahwa bunga merupakan kompensasi dari kehilangan waktu. Sedangkan menurut pandangan Islam dari segi bahasa riba berarti tumbuh atau membesar. Secara istilah adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara tidak sah (bathil).
Riba tidak hanya menjadi masalah bagi umat muslim. Dalam perspektif non muslimpun sebenarnya riba juga dilarang secara keras. Seperti dari kalangan Yahudi, Yunani, Romawi dan Kristen. Kalangan Yahudi memandang riba adalah sesuatu ynag dilarang oleh ajarannya. Hal ini tertuang dalam kitab suci mereka seperti dalam kitab Exodus (keluaran) pasal 22 ayat 25. Disana disebutkan bahwa jika engkau meminajmkan uang kepada salah seorang ummat-Ku, orang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia jangan engkau bebankan bunga terhadapnya. Hal ini diperkuat oleh kitab-kitab lainnya seperti Deuteronomy (ulangan) pasal 13 ayat 19 dan kitab Levicitus pasal 35 ayat 7 (Antonio : 66)
Konsep Yunani dan Romawi dalam memandang riba ada dua pendapat. Dari kalangan birokrasi menganggap bahwa riba itu halal (diperbolehkan) selama tingkat maksimum dari tambahan yang dikenakan masih sesuai dengan hukum (Undang-Undang ) yang telah ditentukan (Antonio: 67). Tetapi konsep ini ditentang para ahli filsuf seperti Plato,Aristoteles,Cicero. Alasan mereka adalah bahwa bunga bisa menyebabkan rasa tidak puas terutama dari rakyat bawah yang tidak bermodal. Alasan lain, uang adalah sebagai alat tukar (medium of change) bukan sebagai alat untuk menambah uang.
Konsep riba dalam pandangan kristen terbagi menjadi tiga periode :
Periode Awal Kristen (Abad I-XII) yang mengharamkan riba.
Periode Sarjana Kristen (Abad XII-XVI) yang cenderung membolehkan riba.
Periode Reformis Kristen (Abad XVI-XIX) yang menghalalkan.periode ini diwakili oleh Martin Luther (1483-1546 M)
Konsep riba dalam Islam.
Secara sekilas didepan sudah disinggung tentang pandangan Islam terhadap riba. Islam dengan tegas menolak riba seperti yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah:278-279, disamping beberapa hadis. Riba adalah sesuatu yang merugikan orang pihak lain dengan cara mengambil tambahan baik dalam jual-beli, simpan pinjam.
Dari pandangan masing-masing agama jelas bahwa secara prinsip riba dilarang, kecuali beberapa pandangan yang akhirnya menghalalkan. Meskipun dengan jelas dan tegas telah dilarang tapi ada beberapa pihak yang mencoba mencari alasan pembenaran untuk menghalalkan riba, miniMaal melonggarkan. Bebarapa alasan yang kerap dikemukanan adalah :
Karena keadaan darurat
Berlipat ganda,berarti yang tidak berlipat ganda tidak dilarang),
Bank, sebagai lembaga tidak masuk dalam kategori Mukallaf (orang yang dikenai hukum)
2. PERAN LEMBAGA DALAM EKONOMI ISLAM
Tidak bisa dipungkiri bahwa jika membahas masalah ekonomi tidak akan terlepas dari lembaga yang mengelola. Lembaga ekonomi Islam (Baitul Maal) yang pertama didirikan oleh Rasulullah SAW. Meskipun bentuknya belum formal dan masih mempunyai Flexibility yang tinggi dan nyaris tanpa birokrasi (Karim: 5). Pada masa Rasulullah Baitul Maal merupakan lembaga keuangan negara, sehingga peran Baitul Maal juga sangat besar dalam mengontrol pertumbuhan ekonomi negara. sumber dana Baitul Maal berasal dari dana Zakat, karaj (pajak atas tanah) dan lainnya. Seperti dalam ekonomi modern peranan Baitul Maal juga sampai dalam bentuk kebijakan Fiskal dan moneter. (Karim : 5-7). Beberapa ciri kebijakan fiskal Baitul Maal adalah :
a). Jarangnya ditemukan anggaran defisit. Dalam masa Rasulullah baru tercatat sekali terjadi anggaran defisit (saat jatuhnya kota mekah). Defisit ini bisa diatasi hanya dalam waktu satu tahun yaitu setelah perang Hunayn.
b. Sistem Proportional Tax, dimana dalam sistem ini mempunyai Automatic Stabilizer. Jika ekonomi sedang Booming tidak sampai terjadi Buble (penggembungan). Sebaliknya jika sedang Slowing-down maka tidak akan sampai crash.
c. Rate kharaj ditentukan berdasarkan produkvitas lahan. Mulai dari tingkat kesuburan sampai daya jual produknya. Sehingga setiap tanah mempunyai kharaj sendiri-sendiri.
d. Zakat peternakan dikenakan rate yang regresif, yaitu semakin banyak ternak semakin kecil ratenya sehingga tersedianya harga ternak yang relatif murah. Hal ini hanya berlaku khusus untuk peternakan dan tidak bisa dikenakan kepada produk pertanian karena sifatnya yang bisa membusuk.
e. Zakat dikenakan atas hasil keuntungan bukan harga jual. Beda dengan pajak yang dikenakan atas harga jual (modal dan laba), sehingga jika pajak naik maka harga jual produk juga akan mengikuti meningkat.
f. Porsi yang besar untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan ini bermanfaat
dalam mendukung peningkatan ekonomi. Misalnya dengan pembangunan kanal (untuk irigasi), pusat kota bisnis dan lainnya.
g. Sistem administrasi yang baik.
h. Adanya jaringan kerja antar pusat Baitul Maal dengan daerah. Jaringan kerja ini juga bisa berfungsi sebagai kontrol dari pusat terhadap daerah.
Berkitan dengan kebijakan moneter, pada masa Rasullullah sampai dengan masa khulafaur Rasyidin fungsi moneter memang kurang, dalam arti pengelolaan jumlah uang yang beredar. Tetapi ada salah satu hal yang menarik, dimana alat tukar pada masa itu adalah Dinar dan Dirham yang mempunyai tingkat nilai yang sebenarnya lebih tinggi. Karena berasal dari lapisan emas atau perak. Beda dengan uang kertas yang mempunyai nilai dari nominal yang tertera, bukan dari bentuk uangnnya. Satu contoh ketika uang kertas tersebut dirobek maka uang tersebut tidak akan bernilai lagi.uang kertas hanya dinilai dengan jumlah tulisan nominalnya sementara secara materi (bentuk) tidak mempunyai nilai jika telah berubah. Sementara uang dalam bentuk dinar dan dirham terbuat dari emas atau perak,jadi keduanya mempunyai nilai baik dari jumlah nominalnya atau dari bentuk uangnya. Konsep alat tukar inipun sudah mulai dipakai disebagian negara (Baca: mayoritas Islam) seperti Malaysia,brunei Darusalam dan lainnya.
Untuk masa sekarang, dengan gencarnya kembali sistem syariah (konsep ekonomi Islam) maka kemudian banyak lembaga-lembaga keuangan syariah berdiri (baik konvensional ataupun non konvensional). Salah satu contoh yang sedang menggejala mulai tahun 90-an sampai sekarang ini adalah banyaknya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang berdiri dan bergerak untuk kalangan menengah dan kecil. Peluang membangun ekonomi berdasar basic ekonomi mikro didasarkan pada relitas yang ada. Dimana krisis ekonomi yang berkepanjangan dari tahun 1998 sampai sekarang merupakan imbas sistem ekonomi Barat (kapitalis) yang berpihak pada skala makro. Sistem kapitalis dianggap banyak merugikan pihak kecil, karena lebih memihak kepada pemilik modal (Bulletin Amanah Ummat: 2). Semakin besar modal yang dipunyai maka semakin dia akan mengusai pasar ekonomi. Modal berarti uang dalam sistem kapitalis, sehingga fungsi awal uang sebagai alat tukar kurang berfungsi. Perlahan - lahan teori ekonomi juga sudah mulai bergeser untuk menggunakan sistem ekonomi syariah. Banyaknya bank konvensional yang membuka sistem syariah menjadi bukti kekuatan ekonomi Islam. Dan ekonomi syariah, dalam hal ini skala mikro mulai menjadi pilihan alternatif karena dianggap bisa lebih bertahan dari terjangan badai krisis.
Dengan konsep yang jelas meskipun belum sempurna ternyata hasil yang didapat cukup menggembirakan untuk mengangkat atau minimal untuk menanggulangi krisis. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam ekonomi syariah yaitu: pertama, dalam transaksi ekonomi syariah tidak ada unsur kedzaliman. Pihak pertama tidak boleh mencurangi pihak lain. Kedua, tidak ada unsur riba. Ketiga, tidak membahayakan pihak sendiri dan pihak lain. Dalam hal ini adalah tanggungan bersama dalam resiko. Baik dalam keuntungan atau kerugian. Keempat, tidak ada unsur penipuan. Kelima,tidak mengandung materi yang diharamkan. Keenam, tidak mengandung unsur judi.
Kriteria ini yang kemudian menjadi dasar terutama lembaga keuangan syariah dalam menjalankan proses ekonomi. Ada dua bidang garapan yang jelas dalam lembaga keuangan syariah khususnya Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dalam mengembangkan ekonomi Islam. Baitul Maal yang bergerak dibagian sosial dan bidang tamwil yang bergerak dalam bidang simpan pinjam.
Baitul Maal merupakan bidang yang mengurusi masalah sosial. Sumber dana yang didapat berasal dari penggalian dana zakat, infaq, shadaqah dan sejenisnya. Fokus garapan bidang ini adalah untuk membantu dalam sektor pendidikan, kesehatan dan lainnya yang bersifat sosial.
Baitut Tamwil merupakan bidang yang mengurusi simpan pinjam. Bagian ini hampir sama dengan sistem bank lainnya yaitu adanya produk pembiayaan dan produk tabungan. Bedanya untuk sistem ekonomi syariah titik tekannya dalam masalah bagi hasil. Tidak seperti bank konvensional yang menggunakan sistem bunga. Bagi sebagian kalangan keduanya masih dianggap sama. Ada perbedaan yang jelas antara sistem bagi hasil dan bunga. Untuk lebih jelasnya bisa digambarkan dalam Tabel:
BUNGA
BAGI HASIL
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi selalu untung
1. Penentuan besarnya bagi hasil (nisbah) dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Jadi proses tawar menawar terjadi disana.
2. Besarnya prosentase berdasarkan jumlah uang (modal ) yang dipinjamkan
2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang tertera di akad tanpa pertimbangan suatu proyek yang dibeayai rugi atau untung
3.bagi hasil tergantung pada proyek yang dijalankan. Jika rugi akan ditanggung bersama
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang Booming
4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
5. Eksisitensi bunga diragukan oleh semua agama.
5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
Dari sini jelas terlihat bahwa sistem ekonomi Islam yang lebih mengutamakan ekonomi Syariah memang mempunyai peranan dalam meletakan dasar-dasar yang kuat dalam fondasi ekonomi dunia. Kontribusi Islam tidak hanya masa sekarang tapi sudah dimulai sejak jaman Rasulullah. Dan akhirnya tidak ada alasan lagi untuk mengabaikan semua sumbangan tersebut. ..semoga.
DAFTAR REFERENSI
Antonio,M. Syafi’i (1999), Bank Syariah, Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: Tazkia Institute.
Karnaen, P dan Antonio, M. Syafi’i, (1993), Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf.
Mujamil, (1993), Kontribusi Islam Terhadap Peradaban Manusia, Sebuah Wacana Monumental, Solo: Ramadhani.
Karim, Adiwarman Azwar, Kontribusi Agama dalam Mewujudkan Visi Ekonomi Kebangsaan (Makalah).
Workshop Jogja Peduli,(2004), Jogjakarta (Makalah)
Bulletin Amanah Ummat, edisi 04/VII/2004 (diterbitkan oleh BMT Bina Ummah)
Bulletin Amanah Ummat, edisi 06/IX/2004 (diterbitkan oleh BMT Bina Ummah)